Cerita dibalik berakhirnya kepelatihan Sir Alex Ferguson
Akhir akhir ini, dunia gempar dengan berita yang berasal dari pria Scotlandia ini. Ya, pria yang tidak asing di mata para penikmat sepak bola, yang tak lain kita kenal sebagai Sir Alex Ferguson ini menyatakan kalau ia pensiun dari karir yang selama ini telah membumbung tinggi namanya. Ia mengakhiri karirnya sebagai pelatih Manchester United yang telah ia jalani selama 26 tahun, sebuah perjalanan yang sangat luar biasa untuk seorang pelatih. Bahkan ia mengakhirinya dengan cukup manis, yaitu dengan perolehan gelar ke 20 Manchester United di Laga Inggris.
Bagi seorang fans Liverpool seperti saya, begitu mendengar berita ini, jujur saya sangatlah bahagia. Saat itu saya bersama teman saya yang seorang fans Chelsea langsung tertawa bahagia begitu mendengar berita ini. Lucu memang disaat dua fans klub lain menertawakan berita ini. Bahkan tidak kami saja, semua fans rival Manchester United juga turut bahagia sepertinya. Daripada berduka saat merasa kehilangan seorang tokoh fenomenal di persepakbolaan. Lucu memang melihat fenomena ini.
Dimata saya pribadi seorang fans Liverpool, kabar yang saya rasa cukup menyenangkan ini bukanlah hanya karena selama ini saya membenci pria yang biasa dikenal sebagai Sir Alex atau Fergie ini. Saya tertawa bukanlah cuma karena pria yang menjadikan cita citanya untuk mengakhiri masa Liverpool berakhir itu telah mundur. Memang bagi para fans Liverpool orang ini juga salah satu orang yang paling dibenci. Tapi apa yang terjadi pada Liverpool saat ini saya rasa bukanlah karena ulah Fergie seorang. Saya lucu melihat para fans Liverpool lainnya yang bahagia karena merasa jika kakek tua ini pensiun, Liverpool akan kembali bersinar dan akan juara lagi. Menurut saya tidak seperti itu, Liverpool seharusnya tidak mencari kambing hitam untuk disalahkan dibanding menginstropeksi diri sendiri. Liverpool tidak bisa menyalahkan ada Manchester United di BPL, padahal masih ada Arsenal, Chelsea saingan terberat Liverpool dari dulu, lantas kenapa tidak disalahkan juga? Kenapa tidak salah Wenger? atau salah pelatih Chelsea yang selalu bergonta ganti? Saya rasa Liverpool menderita karena diri mereka sendiri yang belum mendapatkan jati diri mereka dulu yang telah hilang, ceilah. Liverpool belum berbenah diri untuk bersaing di BPL zaman sekarang. BPL zaman sekarang tidak soal Man.Utd, Chelsea, dan Arsenal saja, bahkan sekarang ada Man.City, Tottenham yang kuat, diikuti dengan klub klub lain yang tidak bisa dianggap sepele. Liga Inggris zaman sekarang tidak seperti dulu, My Beloved Liverpool. Mereka menderita karena diri mereka sendiri. Liverpool tidak juara BPL terus menerus bukan karena ada pria yang bercita cita untuk menghancurkan Liverpool, kita saja yang lebih memilih menyerah dibanding melawan dominasi United pada saat ini, Menyedihkan bukan? (Jadi Curhat)
Bahkan sebenarnya saya kagum melihat kegigihan si kakek tua ini. Selepas dari kontroversial yang pernah dilakukan beliau. Kesetiaannnya untuk klub Manchester United tak tergantikan, kejeniusannya sebagai pelatih juga tidak bisa dianggap sepele. Dia adalah salah satu figur pelatih yang harus dijadikan teladan untuk para pelatih zaman sekarang ini. Bahkan saya sangat ingin Liverpool mencontoh sistem yang diterapkan Manchester United ini, yaitu setia dan tetap percaya dengan satu pelatih yang bisa dinilai kompeten. Karena SAF juga mengajarkan bahwa apa yang dia toreh selama ini juga memiliki masa kelam, dan butuh waktu yang cukup lama untuk meraihnya. Ya, saya sedih mengingat bahwa dalam 3 tahun terakhir, Liverpool telah bergonta ganti pelatih sebanyak 3 kali. Kapan beradaptasi dengan satu sistem, Liverpool?
Jadi lantas apa yang bisa membuat saya bahagia dan tertawa lebar saat itu? Ya tidak lain adalah (akan) berakhirnya aksi aksi berlebihan dari para “pendukung Man.United” selama ini. Hasil yang dituai Ferguson selama 27 tahun membuat para para yang mungkin bisa kita sebut “pendukung Man. United” ini, sangat berlebihan, mereka bermanja manja diri dengan hasil yang diberikan Papi Fergie selama ini. “Mereka” merayakannya dengan Euforia yang berlebihan, dibanding bersyukur karena mereka punya salah satu pelatih terbaik pada saat ini. “Mereka” merendah rendahkan klub lain secara berlebih lebihan, tidak hanya Liverpool, semua klub selalu buruk dimata “mereka”. Dan paling luar biasanya itu disaat “mereka” selalu punya alasan untuk bersilat lidah demi membanggakan torehan Ferguson ini. Man.Utd secara tidak langsung menjadi Tuhan dimata “mereka”. Disaat pemain lawan melakukan diving, rasisme, bahkan aksi kontroversial lainnya, “mereka” akan menghakimi secara berlebihan, menghina hina, menjelek jelekkan secara berlebihan, padahal kalau dingat ingat, para pemain Man. Utd juga tidaklah luput dari dosa dosa yang dilakukan para pemain sepakbola. Lucu bukan? Mereka menghakimi Suarez berlebih lebihan karena menggigit Ivanovic dan membela aksi Cantona yang menendang salah satu supporter, atau aksi Ryan Giggs yang “main” sama saudara iparnya sendiri dan masih banyak lagi. Ya ”Mereka” sangatlah luar biasa. Dan mungkin sangking berlebihannya mereka tidak tau apa yang selama ini Ferguson dan anak anaknya lalui sebelum masa sekarang ini, kalau tidak percaya jika kalian menemukan orang orang yang saya deskripsikan sebagai “Mereka” atau “pendukung Man.Utd” ini, coba saja tanya sejarah kelam United, dan temukan maksud saya. Lebih lucunya lagi, “mereka” bukanlah Manchunian, atau penduduk lokal kota Manchester. Tapi “mereka” membela klub seperti terlahir dari kota itu saja. Mengalahkan para penduduk kota Manchester itu sendiri. Amazing.
Ya saya sebagai fans Liverpool saya cukup terganggu dengan kehadiran kehadiran “mereka” ini. Bukan karena gak kuat dengan ejekan dan hinaan “mereka”, jujur saya juga suka mengolok olok klub lain, tapi tidak selebih banter biasa, tidak sampai naik pitam untuk membela bela klub yang saya cintai, bahkan kadang saya sering tertawa sendiri melihat kekonyolan yang dilakukan Liverpool. Lucu saja saya melihat orang orang yang bisa menghina, tapi tidak bisa dihina. Bahkan tidak bisa mengakui klubnya saat terpuruk. “Mereka” hanya bernyanyi disaat Man.Utd menang.
Perhatikan saja apa yang dilakukan segerombolan “mereka” yang saya maksud ini. Sangking semangatnya menjadi “pendukung Man.Utd”, mereka tidak tau apa yang mereka lakukan sangatlah tidak bermoral. Menghina hina tragedi yang dikenang persepakbolaan seluruh tanah Britania Raya, bahkan dunia, menjadikan bahan tertawaan, hanya untuk merasa lebih “merah” karena menghina tradisi Liverpool. Pathetic.
Jadi, apa yang bakal terjadi pada “mereka-mereka” ini disaat Fergie yang sudah lama memanjakan “mereka” pergi, itulah yang membuat saya tertawa. Bahkan mungkin bukan saya saja yang merasakan ini. Memang mungkin terlalu cepat untuk tertawa dan seperti terkesan sepele dengan apa yang akan terjadi dengan Man.Utd kedepannya. Tetapi yang jelas, tidak ada lagi manja manjaan berlebihan untuk “Pendukung Man.Utd” karena hasil kerja keras dari seorang SAF. Para fans Man.Utd pasti kodratnya akan menjalani masa masa adaptasi disaat pelatih baru datang, sebuah proses yang pasti terjadi ditanah persepakbolaan, yang dimana selama ini “pendukung Man.Utd” tidak merasakaannya karena pada masa masa ini, “mereka”pun kebanyakan belum lahir. Bahkan masa kontrak yang ditawarkan MU untuk Moyes sudah menggambarkan waktu yang diperlukan untuk adaptasi itu sendiri.
Walaupun nanti Fergie tidaklah lepas seutuhnya dari Man.Utd, tetapi seorang pelatih baru pasti akan menjalankan gaya kepelatihan sendiri, dia tidak dibayar untuk menjadi asisten atau murid Fergie disaat melatih Man.Utd, kalaupun begitu, mengapa dia tidak menjadi asisten manager terlebih dahulu? David Moyes juga tidak asing dimata kami para fans Liverpool, dan kami rasa gaya permainan Fergie dan Moyes tidaklah sama. Jadi pemikiran bahwa Moyes akan menjadi murid Ferguson itu seperti bualan belaka ditelinga kami. Apalagi kita tau, beban berat akan dihadapi Moyes, menangangi klub yang memegang gelar 20 gelar Liga Inggris, beserta pemain pemain berkelas yang punya ego besar disertai ekspektasi para fans yang sudah terbiasa dengan kerja keras seorang Fergie, akan meninggalkan beban yang sangatlah berat untuk seorang pelatih yang belum memiliki CV yang cukup memuaskan.
Saya tau tidak semua fans Man.Utd seburuk yang saya sebutkan diatas, tetapi memang ada sebagian besar yang seperti itu(bahkan lebih banyak), bahkan para fans Man.Utd lainnya sadar kalau kehadiran kehadiran para “mereka” ini cukup membuat risih mereka sendiri. Mungkin tidak hanya fans Man.Utd yang punya “saudara-saudara’’ seperti ini, Barcelona, R.Madrid, Chelsea, dan klub lainnya pasti punya, bahkan Liverpool sendiri juga punya. Tetapi aksi aksi dari “Mereka” yang mendukung Man.Utd inilah tak tertandingi, inilah yang membuat saya menjadi sangat membenci Man. Utd. Bahkan beberapa teman saya juga sependapat dengan saya. Menjadi sangat benci United bukan karena takut tersaingi, tetapi kehadiran para “mereka” sendiri yang membuat semangat rivalitas itu sendiri terasa tidak sehat.
Buat saya Ferguson memang salah satu pelatih terbaik yang dimiliki tanah Britania Raya. Bukan yang terbaik yang pernah dimiliki Britania Raya tentunya. Tetapi dia tetap seorang pelatih yang luar biasa tanpa memandang sisi kontroversialnya, bahkan saya menilai kalau Ferguson adalah Man.Utd itu sendiri. Beliau tak tergantikan di Man.Utd. Seperti Bill Shankly yang takkan tergantikan di Liverpool. Derby Northwest pasti punya kesan yang berbeda tanpa sang kakek tua ini. Namun berita mengenai mundurnya Ferguson ini lebih menjadi seperti kabar sukacita bahwa akan berkurangnya “mereka mereka” yang terlalu sombong selama ini. Salam lima jari opa Fergie, dan selamat merasakan adaptasi wahai para para manusia yang merasa “pendukung Man.Utd sejati”. No offence Brader, semoga cepat tobat. YNWA!
Tidak ada komentar: